1.Makam Dayak Benuaq – Kalimantan Timur
Berkunjung ke kampung suku dayak
Benuaq ataupun suku dayak Bentian di pedalaman Kalimantan Timur.
Kuburan akan mudah ditemukan di halaman samping atau tepi jalan menuju
kampung orang Dayak Benuaq. Kuburan orang Benuaq atau Bentian tidak
didalam taah seperti layaknya suku lain.ketika pertama meninggal mereka
akan dimakamkan didalam kotak yang di sangga oleh tiang atau di gantung
pada tali. kemudian setelah beberapa tahun kuburan itu dibuka lagi lalu
tulang belulang si mati di doakan lalu di masukan kedalam kotak bertiang
yang permanent. biasanya tiap keluarga mempunyai kuburannya
masing-masing dan kebanyakan letaknya disamping rumah keluarga, tidak
dipekuburan umum seperti kebanyakan di kota atau kampung lain. Hampir
tiap malam terdengar musik pemanggil arwah orang yang sedang mengadakan
upacara Beliatn tarian dan mantra penyembuhan untuk anak ataupun untuk
mendoakan orang meninggal.
2.Batu lemo - Tana Toraja
Tempat pekuburan atau persemayaman jenazah berbentuk lubang-lubang pada
dinding cadas. Tempat ini merupakan hasil kreasi manusia Toraja yang
luar biasa. Bagaimana tidak, persemayaman yang telah ada sejak abad
ke-16 itu dibuat dengan cara memahat. Saat itu, tentu dengan peralatan
yang sangat sederhana. Lemo terletak di desa (lembang) Lemo. Sekitar 12
kilometer sebelah selatan Rantepao atau enam kilometer sebelah utara
Makale.
Dinamai Lemo karena beberapa model liang batu itu berbentuk bundar
dan berbintik-bintik menyerupai buah jeruk atau limau. Kuburan-kuburan
batu itu disebut juga sebagai liang paa'.
Ada 75 lubang pada
dinding cadas. Beberapa di antaranya memiliki patung-patung berjajar
yang disebut tau-tau. Patung-patung itu adalah lambang kedudukan sosial,
status, dan peran mereka semasa hidup sebagai bangsawan setempat.
Obyek
ini ramai dikunjungi sejak tahun 1960. Selain menyaksikan kuburan batu,
wisatawan juga dapat membeli berbagai sovenir atau berjalan jalan
sekitar obyek tersebut menyaksikan buah buah pangi yang ranum
kecoklatan. Buah-buah itu siap diolah dan dimakan sebagai makanan khas
suku Toraja yang di sebut pantollo pamarrasan.
3.Kuburan bayi kambira - Tana Toraja
Di Kambira masih di wilayah Tana Toraja ada kuburan bayi, berupa pohon
besar yang dilubangi, jenazah si bayi setelah dibalsem dan dibungkus ,
lalu dimasukkan ke dalamnya dan lobang ditutup dengan anyaman ijuk.
4.Batu Karang Terjal Londa – Tana Toraja
kuburan sisi batu karang terjal adalah salah satu sisi dari kuburan itu
berada di ketinggian dari bukit mempunyai gua yang dalam dimana
peti-peti mayat di atur dan di kelompokkan berdasarkan garis keluarga.
Disisi lain dari lusinan tau-tau berdiri secara hidmat di balkon.
5.Trunyan - Bali
Sebagaimana masyarakat Bali umumnya, Warga Desa Trunyan juga mengenal
ngaben, namun di di desa ini mayatnya tidak dibakar. Di sini mayat
mereka taruh begitu saja di sebuah areal hutan. Anehnya, mayat itu tak
akan mengeluarkan bau busuk walaupun sudah disana selama berbulan-bulan.
Mengapa mayat yang menggeletak begitu saja di sema itu tidak
menimbulkan bau? Padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas
mayat-mayat tersebut? Hal inilah yang menjadi daya tarik para wisatawan
untuk mengunjungi lokasi wisata ini. Nah, konon sebabnya, di areal hutan
tersebut terdapat sebuah pohon yang dikenal bernama Taru Menyan yang
bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru
berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini,
hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih
dikenal sebagai Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa
tersebut.
6.Makam Raja-raja Imogiri - Yogyakarta
Dibangun sekitar tahun 1632 oleh Sultan Agung, raja Mataram Islam
terbesar, bangunan makam lebih bercorak bangunan Hindu. Pintu gerbang
makam dibuat dari susunan batu bata merah tanpa semen yang berbentuk
candi Bentar. Memasuki makam raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan
memasuki pemakaman umum. untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain
harus mengenakan pakaian adat Jawa, kita harus melepas alas kaki, juga
harus melalui tiga pintu gerbang.
Bahkan yang bisa langsung
berziarah ke nisan para raja itu pun terbatas pada keluarga dekat raja
atau masyarakat lain yang mendapat izin khusus dari pihak Kraton
Yogyakarta dan Kraton Surakarta.
Oleh karena itu, peziarah awam
yang tidak siap mengenakan pakaian adat Jawa, terpaksa hanya bisa
melihat pintu gerbang pertama yang dibuat dari kayu jati berukir dan
bertuliskan huruf Jawa berusia ratusan tahun, dengan grendel dan gembok
pintu kuno.
Hanya para juru kunci pemakaman itu yang bisa membuka
gerbang tersebut. Jika toh masyarakat awam bisa melihat ”isi” di balik
pintu gerbang pertama, itu pun ketika keluarga raja datang, pintu
gerbang dibuka lebar, dan masyarakat bisa melongok sebentar sebelum
gerbang itu ditutup. Rasa penasaran itu pula yang menyebabkan misteri
makam raja Mataram tetap terpelihara.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Berkomentar